Wednesday, February 12, 2020

BULAN SEBAGAI SATELIT BUMI


BULAN SEBAGAI SATELIT BUMI

Pada malam yang cerah, pada kondisi yang jauh dari polusi udara dan cahaya kota, langit malam bertabur bintang menunjukkan kesejatiannya. Dimaklumi bila fenomena tersebut mempengaruhi pola pikir manusia sejak hadirnya manusia itu sendiri di muka Bumi termasuk didalamnya adalah apapun fenomena yang terkait Sang Dewi Malam Rembulan.
Setelah Sang Surya Matahari dengan ragam kemegahannya yang hadir sebagai syarat butuh kehidupan, maka Bulan pun menawarkan pola keterulangannya dalam pengembaraannya di lintas orbitnya mengedari Bumi. Keteraturan perubahan wajahnya membangkitkan beraneka inspirasi, tidak tertinggal ragam mitologi pun lahir bahkan hingga munculnya sistem penanggalan berbasis Bulan. Pada kala tertentu akhirnya manusia mencoba mencatat ragam fenomena yang terkait dengannya secara lebih terstruktur. Secara universal bahwa pemikiran masa lalu terhadap Bulan dapat jadi sama dengan sekarang. Yang membedakan adalah hadirnya ragam fasilitas dalam hal iptek. Jadi, pada masa kekinian dengan rasa penasaran dan imajinasi yang mirip, para astronom mempelajari apapun yang terkait Bulan berlandas pengamatannya dalam ranah ujud lalu diolah dalam bahasa matematika (sebut observational science), lalu dicoba untuk menganalisisnya (sebut theoretical science). Namun, diujungnya mendapati kembalinya–sesuatu yang membuatnya feel amazement, rasa takjub dalam ranah spiritnya.




Peredaran dan Fase Bulan
Dilihat dari Bumi, Bulan merupakan benda langit yang paling terang setelah Matahari terlebih saat Purnama. Keberadaannya tentu menarik untuk dipelajari. Pergerakan Bulan dari hari ke hari di antara bintang-bintang dapat diamati dan dapat sangat jelas ditera perpindahannya sebesar kisaran 13o ke arah timur. Perpindahan posisi Bulan itu berlangsung di daerah Zodiak. Sang Dewi Malam pun akan kembali ke tanda Zodiak yang sama setiap kira-kira 27,3 hari. Kala penjelajahan ini disebut satu bulan sideris (menempuh 1 lingkaran, 360o; lihat gambar 1).
Matahari juga setiap waktu bergeser ke arah timur (lihat artikel Dari Ekuator sampai ke Kutub), terlihat seperti dikejar-kejar oleh Bulan. Perubahan fase atau penampakan bentuk wajah Bulan berulang secara tetap dan tergantung kepada jarak sudutnya terhadap Matahari. Kondisi Bulan Mati (Bulan Baru) terjadi pada saat Bulan berada di arah Matahari (pada kondisi khusus akan terjadi Gerhana Matahari; lihat artikel Gerhana Matahari dan Gerhana Bulan). Wajah Bulan separuh terjadi ketika jarak sudut Matahari-Bumi-Bulan 90o atau 270o. Sementara itu, saat fase Bulan Purnama terjadi ketika jarak sudutnya 180o (Bumi di antara Matahari dan Bulan, dan pada kondisi khusus akan terjadi Gerhana Bulan). Tahapan fase ini berulang rata-rata 29½ hari yang disebut satu bulan sinodis.




 

Gerhana
Jarak Bulan dapat ditentukan dengan cara paralaks atau dengan menggunakan gelombang radar. Perubahan jaraknya menunjukkan bahwa orbit Bulan berbentuk ellips (lonjong) dengan eksentrisitas (ukuran kelonjongan) 0,055. Jarak rata-rata Bulan ke Bumi adalah 384.000 km.
Bidang orbitnya mempunyai kemiringan sekitar 5,2o terhadap bidang ekliptika (bidang edar Bumi mengelilingi Matahari). Kedudukan bidang orbit tersebut berubah, sedemikian perpotongannya dengan bidang edar Bumi pun terus berubah. Setiap 18 tahun 8 bulan, kembali pada kedudukan semula. Periode ini disebut Periode Saros. Hal ini terkait pula dengan fenomena gerhana. Gerhana Bulan terjadi setiap Bulan Purnama, namun tidak setiap Bulan Purnama akan terjadi gerhana. Sama halnya tidak setiap Bulan Mati terjadi Gerhana Matahari, namun Gerhana Matahari terjadi saat Bulan Mati. Hal ini karena kemiringan bidang orbit dan Periode Saros di atas yang menjadi penyebabnya (lihat artikel Gerhana Matahari dan Gerhana Bulan



Pasang Surut
Oleh karena Bulan merupakan benda langit terdekat ke Bumi, maka gaya tarik gravitasi sangat berpengaruh, meskipun massa Bulan cukup kecil. Terjadinya peristiwa pasang surut permukaan laut di Bumi disebabkan oleh pengaruh itu. Bumi akan mengalami pasang setinggi-tingginya pada saat fase Bulan Baru dan Bulan Purnama yang disebut pasang maksimum. Pada keadaan Bulan-Bumi-Matahari tegak lurus (fase kuartir, wajahnya separuh), pasang yang terjadi serendah-rendahnya yang disebut pasang minimum atau perbani. Dengan gaya tariknya itu, mengakibatkan Bumi mempunyai gerak angguk (nutasi) dan rotasi Bumi pun diperlambat 0,0015 detik dalam rentang waktu 100 tahun (rentang panjang hari bertambah). Dari jarak dan kecepatan peredaran Bulan, kita dapat mengetahui massanya yaitu sekitar 1/80 kali massa Bumi. Sementara itu, dari jarak serta diameter sudutnya diketahui bahwa jari-jarinya adalah 1.738 km (sekitar ¼ jari-jari Bumi). Oleh karena itu, gravitasi di permukaan Bulan hanya 1/6 kali di Bumi (dengan besar tenaga yang sama, bila kita meloncat di Bumi hanya setinggi satu meter – maka di Bulan dapat berlipat ketinggiannya).

 





No comments:

Post a Comment